Semenjak kecelakaan setahun yang lalu. Ngana jadi murung,
ngana merasa sendiri. Orang tua ngana pergi. Dan ngana masih menetap sendiri
disini. Dengan pekerjaan-pekerjaan ngana yang biasa. Kehidupan ngana yang
biasa. Semua yang ngana lakukan hanya biasa saja. Dan semenjak kecelakaan itu,
penyakit jantung ngana menjadi hilang. Tak ada yang menceritakaan semuanya. Aku
berhenti mengkonsumsi obat penyakit jantung itu, bahkan jantungku sudah mulai
biasa lagi. Bersyukur, namun kehilangan mereka, orang tua ngana.
Berawal dari sebuah mimpi. Ngana kira mimpi itu hanya
sekedar mimpi yang lewat, namun mimpi itu terus saja lewat dari tidur ngana,
bahkan 5 kali berturut-turut. Dalam mimpi itu, ngana melihat sesosok lelaki tua.
Entah beliau siapa, tapi ngana penasaran. Kemanapun ngana, tapi ngana tidak
pernah bertemu orang itu dalam kehidupan nyata ngana. Bayangan seseorang lelaki
tua itu selalu ada, dan ngana selalu ingat. Kadang ngana mencari, namun tetap
saja tak nongol. Lelaki tua itu hanya berani hadir didalam mimpi ngana.
“Thomas..” Sahut seorang wanita yang memanggil nama
ngana. Dia Asih.
“Kenapa kau? Kau tak ikut kumpul dengan mereka? Diam
sendiri disini, menunggu apa kau?” Tanya Asih.
“Ngana hanya melihat orang-orang itu. Karate mereka
sangatlah keren.” Ujar ngana.
“Ayolah, ikut kumpul dengan kami disana.”
“Tidak, angin disini sedang sejuk. Kapan lagi ngana
merasakan angin sejuk ini.”
“Anginnya akan lewat lagi nanti.”
“Sudah kalian kumpul saja. Ngana masih akan disini.”
“Baiklah, jangan kau sampai kerasukan ya, hahaha.” Canda
Asih.
Banyak lelaki tua yang ngana temui dikehidupan nyata
ngana, namun tidak beliau. Siapa beliau sebenarnya. Beliau sangat berbeda
dengan lelaki-lelaki tua lainnya, ngana pun bingung menjelaskannya.
“Thomas, besok kau harus datang pagi-pagi. Karena ngana
ingin minta tolong mengentry semua data staff dikantor ini. Kau bisa?” Sahut
Ina.
“Tentu saja.” Ujar ngana.
“Kau sedikit pucat, sakitkah?” Tanya Ina.
“Ngana baik-baik saja.”
“Pasti kau mulai menulis lagi sampai malam. Apa Pak Yusuf
menyuruhmu untuk menulis artikel yang sulit? Dengan deadline yang ketat?” Tanya
Ina.
“Tidak, ini hanya tulisan pribadi ngana. Kalau begitu
ngana pamit pulang dulu, sudah sore.”
“Hati-hati Thomas..” Ujar Ina.
Ngana bekerja disebuah salah satu redaksi majalah.
Sebagai penulis artikel tetap, dan ngana juga bekerja sebagai freelance writer.
Ngana telah mengeluarkan 2 novel selama hidup ngana.
Ngana berjalan disebuah trotoar. Ngana melihat lelaki tua
yang sedang duduk diam memandang ngana. Siapa beliau? Dan ngana mendekatinya.
Ngana duduk disampingnya, namun ngana hanya diam dan pura-pura sedang menunggu
angkutan umum.
“Kau haus?” Ujar lelaki tua itu.
“Tidak terima kasih.” Ujar ngana.
“Ingin kemana kau.”
“Pulang, kalau bapak?” Tanya ngana.
“Ngana sedang mencari seorang pemuda.”
“Siapa? Anak bapak?”
“Bukan, seseorang dimimpi ngana.”
Apakah bapak tua ini adalah seseorang yang ada dimimpi
ngana, namun ngana sangat lupa wajahnya. Tapi lelaki ini pernah ngana lihat,
namun dimana. Ngana sedang kena virus de javu.
“Ngana juga bermimpi seorang lelaki tua, dan mimpi itu
tidak hanya sekali datang dalam tidur ngana. Ngana tak tahu siapa beliau, tak
ada identitas yang melintas dalam mimpi ngana. Dan sekarang ngana lupa wajah
beliau.”
“(tertawa kecil) mungkin itu ngana.” Ujar bapak tua itu.
“Kau bercanda, Pak.”
“Bagaimana kita bisa menemukan masing-masing seseorang
yang ada dimimpi kita.” Ujar bapak tua itu.
“Entahlah..”
****
Mimpi itu datang lagi dalah tidur ngana, tetap lelaki tua
itu yang datang dalam mimpi ngana, siapa beliau? Dan ngana terbangun kaget. Mimpi
kali ini beda, beliau tersakiti, dan ngana takut.
Secangkir kopi hangat ditengahnya jam 2 pagi, ngana
terfikirkan tentang mimpi itu. Wajah ngana kusut, mencoba untuk tidur kembali
namun tak bisa. Padahal pagi ini ngana harus kekantor pagi-pagi untuk membantu
Ina mengentry.
Tepat pagi-pagi sekali di kantor, Ina belum datang juga.
Wajah ngana sudah kusut kurang tidur. Kantor masih sangat sepi, menunggu Ina
datang ngana hanya menikmati secangkir kopi hangat.
Pukul 8 kurang 15 menit. Biasanya ngana sampai kantor jam
segini. Ina datang dengan tergesa-gesa.
“Thomas? Tumben kau datang sangat pagi.” Ujar Ina.
“Bukannya kau yang meminta?”
“Thom? Ngana sudah menghubungimu untuk tidak jadi datang
pagi-pagi. Kau menerima pesan ngana kan?” Ujar Ina.
Ngana diam, ngana memang tidak mengecheck ponsel dari
semalam, dan tadi pagi pun ngana tak check.
“Thomas? Kau tak apa? Wajahmu sangat pucat.” Tanya Ina.
“Tidak apa-apa.”
“Jika kau sakit, cuti lah. Pak Yusuf bisa mengerti.”
“Tadi malam ngana menonton bola sampai pagi, sedikit
kurang tidur saja. Kau tak usah khawatir.” Ujar ngana dengan senyuman.
“Baiklah, hari ini kau tak usah banyak bekerja.”
****
Di depan komputer kantor, ngana duduk dengan mencari
artikel tentang ‘de javu’. Banyak artikel yang keluar dari pencarian ngana.
Semua maknanya sama, namun ngana tetap mencari yang ngana mengerti.
“Apa pak Yusuf menyuruhmu untuk mencari artikel tentang
de javu?” Tanya Ina dari belakang. Dan ngana menoleh kebelakang.
“Tidak. Menurutmu apa artikel tentang ini layak untuk
edisi minggu depan?” Tanya ngana.
“Mengapa tidak, artikel yang kau buat selalu layak dan
bagus.”
“Bisa saja kau.”
“Ngana serius. Mungkin kau bisa memberi saran untuk Pak
Yusuf, beliau kan selalu menerima apa saran kau.”
“Sudahlah, kau selalu membuat ngana tinggi hati, Na.”
Ujar ngana.
Dan ngana melanjutkan pencarian ngana di internet.
Keluar dari kantor, ngana menelusuri jalan yang kemarin.
Mungkin saja ngana melihat lelaki tua itu lagi, ngana ingat wajahnya. Tepat
ditempat yang sama, namun tak terlihat wajah beliau.
“Uni.. Ngana ingin tanya, sering uni lihat bapak tua yang
duduk disana?” Tanya ngana.
“Tentu, dia sudah meninggal.” Jawab uni penjual jajanan
itu.
“Uni bercanda..”
“Ngana tidak sedang bercanda, beliau sudah meninggal
setahun yang lalu.”
“Tapi baru kemarin ngana berbicara dengan beliau disana.”
“Ngana melihat kau kemarin duduk disana, namun hanya
sendiri.”
Ngana terkejut. Siapa beliau? Lelaki tua yang sudah
meninggal namun selalu datang didalam mimpi ngana setiap malamnya, mengganggu
ngana. Ngana jadi takut.
“Uni yakin benar?”
“Kalau kau bilang kemarin. Ngana melihat kau kemarin,
hanya sendiri dan tidak berbicara dengan siapapun, lagipula kau juga melihat
ngana bukan.” Ujar uni penjual jajanan itu.
“Ada cerita tentang beliau? Mungkin yang uni tahu?”
“Ngana tak tahu apa-apa, ngana tak kenal dia. Mengapa kau
sangat cerewet nanya-nanya. Pergi saja jika kau ingin bertanya-tanya tentang
seseorang yang sudah meninggal. Ngana tak tahu urusan!” Ketus uni penjual
jajanan itu.
Ngana melanjutkan perjalanan. Ngana masih saja
terfikirkan. Beliau sudah meninggal, namun kemarin ngana bertemunya. Dia juga
mencari ngana, lalu dimana lagi ngana akan bertemu arwahnya lagi. Ngana harus
bertemunya lagi, ngana butuh penjelasan, sebenarnya siapa beliau.
Saking terfikirkannya, ngana tak sadar kalau mobil sedan
itu sedang melaju cepat dan tepat dihadapan ngana. Ngana kecelakaan, ngana
setengah pingsan. Mereka mengerubungi ngana dan membawa ngana kerumah sakit.
Diperjalanan menujur rumas sakit pun ngana langsung pinsan tak sadarkan diri.
Beliau hadir dalam tidur ngana ini. Dan ngana berbicara
dengannya. Kita berada disebuah taman hijau, seperti didunia dongeng
“Kau pasti kuat, bangkitlah dan jangan asik-asikan kau
tidur.” Ujar lelaki tua itu.
“Sebenarnya siapa kau, mengapa kau selalu hadir dalam
tidur ngana. Uni itu bilang kau sudah meninggal.”
“Ngana hanya ingin minta maaf, ngana yang sudah menabrak
kalian setahun yang lalu. Yang membuat orang tua kau meninggal.”
“Apa?”
“Sekali lagi ngana minta maaf, jantung ngana hanya satu.
Dan ngana kira itu berguna untuk kau. Umur kau masih panjang, dan kau masih
harus menikah. Jadi ngana kira, ngana harus memberikan jantung untuk kau. Itu
juga ngana dapat info dari dokter kalau kau memiliki penyakit jantung. Gara-gara
ngana kau hampir pergi. Sekali lagi ngana minta maaf.”
“Kenapa kau memberikannya untuk ngana. Mengapa tidak
untuk orang tua ngana saja.”
“Sudah ngana bilang, ngana hanya punya satu jantung. Kau
yang berhak, kalau ngana memilih diantara orang tua kau. Kasihan, pasti sangat
kehilangan.”
“Tapi kini ngana yang merasakan kehilangan.”
“Tapi kau akan menemukannya kembali nanti, saat kau
menikah. Kau bisa merasakan kekeluargaan kembali. Sekali ngana minta maaf..”
“Mengapa kau berikan pada ngana, biar ngana pergi dengan
mereka.”
“Kau lelaki yang sangat cerewet. Sudahku bilang umurmu
masih panjang. Sedangkan ngana, sudah bau tanah. Dan sia-sia jika ngana membawa
jantung ngana sampai mati.”
“Kau gila..”
“Kau yang gila. Sudah, bangunlah kau. Jangan malas-malasan.”
Ujar lelaki tua itu.
Dia menghilang, taman yang ngana injak juga menghilang.
Mimpi yang menjijikan. Dan ngana terbangun, ternyata ada Ina yang menunggu
ngana membuka mata.
“Thomas..” Ujar Ina.
“Ada apa?” Tanya ngana.
“Kau kecelakaan.”
Jantung ngana terasa sakit, ngana membuka setengah baju
ngana, untuk melihat dada ngana. Ada sedikit goresan.
“Mungkin benturan mobil itu sampai ke dadamu, kau tak
apa? Apa yang kau rasa sekarang?” Tanya Ina.
“Ngana tak apa. Hanya sedikit pusing. Ngana ingin pulang,
ngana tidak betah.”
“Tolonglah, kau tak boleh egois. Biar keadaan mendingan,
baru kau boleh pulang.”
Hening..
“Terima kasih, kau sudah lama disini?” Tanya ngana.
“Lumayan, kau tidur
5 jam, haha kau seperti kerbau.” Ejek Ina.
“Ngana tak tidur, ngana hanya pergi sementara. Ngana
pergi kesebuah taman yang hijau, seperti dinegeri dongeng, lalu ngana
melihat....” Ngana gugup melanjutkannya.
“Kau melihat apa?”
“Ngana melihat kau. Indah sekali.” Lanjut ngana.
Ngana melihat Ina tersenyum, sangat manis dan Indah.
****
3 hari kemudian, ngana kembali sebagai karyawan redaksi
majalah. Menghirup kehidupan nyata, bukan mimpi. Ngana keluar dari ruang Pak
Yusuf, diluar Ina sudah menanti ngana.
“Bagaimana?” Tanya Ina.
“Pak Yusuf nerima saran ngana.”
“Oh ya? Waaahhh tuh kan apa ngana bilang, Pak Yusuf pasti
selalu nerima saran kau, Thom.”
“(tersenyum) Makasih..”
“Jadi sekarang gimana?” Tanya Ina.
“Ngana akan memulia nulis artikel tentang de javu.” Jawab
ngana.
“Oke. Ngana akan selalu disamping kau.” Ujar Ina.
“Terima kasih, Ina.”
Mimpi itu berakhir. Mimpi itu telah menjawab semuanya.
Ngana dapat sedikit pelajaran tentang arti de javu. Lelaki tua itu benar,
langkah ngana memang masih panjang. Jika saat itu ngana pergi bersama orang tua
ngana, ngana tak bisa bersama Ina. Kekasih ngana sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar